1. MUQODDIMAH
Sering kita mendengar istilah kewajaran,kebaikan
dan kebijaksanaan , tetapi sering penggunaannya menyimpang jauh dari
makna yang sesungguhnya. Istilah di atas sering digunakan untuk kajian-kajian
permasalahan agama, filsafat maupun moral. Sejauh ini seiring dengan pergeseran
nilai yang terjadi di tengah-tengah masyarakat tidak hanya pandangan hidup
yang mengalami distorsi/penyimpangan tetapi juga nilai-nilai budaya bangsa ,
agama juga bergeser ke arah yang memprihatinkan . Misalnya, suatu perbuatan
yang sebenarnya hanya sebatas kewajaran, tetapi saat ini dianggap
sebagai suatu kebaikkan , sehingga pujian dan sanjungan bahkan sampai diberikan
suatu hadiah . Di sisi lain perbuatan yang tidak bermoral , tidak beradab
dikatakan sebagai perbuatan bijaksana atau suatu kebijaksanaan . Misalnya,
Seorang kepala bagian mengambil suatu keputusan di luar prosedur yang ada,
dalam mengalokasikan dana untuk bantuan korban bencana alam. Tetapi
dialokasikan untuk pembangunan di kantornya, hal semacam ini sering dikatakan
suatu kebijaksanaan.
Marilah kita kaji permasalahan di atas dengan harapan
semoga kajian kita membuahkan pemahaman yang akhirnya mampu kita terapkan dalam
kehidupan kita sehari-hari, sehingga rahmat dan ridlo Allah senantiasa
tercurahkan kepada kita semua.
2. PENGERTIAN-PENGERTIAN.
Agar tidak
terjadi salah pemahaman perlu penulis berikan batasan, dengan memberikan
pengertian-pengertian istilah tema kajiaan di atas. Namun sebelumnya kita
sekalian perlu memahami arti daripada nilai atau value adalah segala
sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik langsung maupun tidak
langsung.
a. Wajar, adalah suatu perbuatan yang sudah selayaknya,
seharusnya di lakukan oleh sesorang , baik yang menyangkut diri sendiri, orang
lain pada situasi (berkaitan dengan waktu) dan kondisi (berkaitan dengan
tempat) tertentu. Pada perbuatan wajar ini, nilainya masih nol. Misalnya
seorang pejabat bersikap jujur menjalankan amanat rakyat atau amanat
pimpinannya. Hal ini tidak bisa dikatakan baik, karena memang tuntutan seorang
pejabat harus demikian ( harus jujur sesuai dengan sumpah jabatannya).
Lebih-lebih dengan kejujurannya tersebut dia menerima gajih/finansial. Namun
sebaliknya seorang pejabat tidak mampu berbuat jujur, dia bisa dikatakan
jahat, penipu maupun pengkhianat. Karena dia telah melanggar sumpah
jabatan dan gajih setiap bulannya dia terima. Tetapi dia tidak mampu berbuat
yang wajar sesuai dengan tuntutan dan tanggung jawabnya. Dalam masyarakat
perbuatan wajar ini menempati posisi kebaikkan atau dianggap baik. Karena
rendahnya tolok ukur bangsa kita terhadap nilai-nilai kebaikan atau sulitnya
mencari seseorang yang mampu bertindak wajar. Lebih-lebih berbuat baik.
b.
Baik , adalah sesuatu
perbuatan yang mengandung manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain, yang
dibatasi oleh waktu dan tempat. Jadi sifat dari kebaikkan ini
adalah sesewaktu dan sesetempat.misalnya, seorang pergi kepesta perkawinan
dengan memakai setelan jas. Setelan jas ini dipandang bermanfaat minimal
bagi dirinya pada waktu pesta perkawinan , namun setelan jas sangat tidak baik
dan tidak tepat jika dipakai untuk berenang. Inilah pemahaman tingkatan
kebaikan masih dibatasi waktu dan tempat belum bersifat universal. Adapun
kebalikkan dari baik adalah jelek, memiliki arti suatu perbuatan yang
merugikan diri sendiri maupun orang lain yang dibatasi oleh waktu dan tempat.
Jadi sifatnya masih relatif Misalnya, seseorang datang ke undangan
dengan berpakaian baju renang, jelas hal ini akan mengundang pertanyaan
atau munimalnya orang akan menganggap orang tersebut tidak waras.
c.
Benar, adalah segala
sesuatu/perbuatan yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain yang
tidak dibatasi oleh waktu dan tempat. Jadi sifanya universal berlaku sepanjang
zaman dan tidak relatif. Misalnya, termasuk nilai–nilai kebenaran adalah :
Ø kejujuran
Ø
keberanian
Ø
rela berkorban
demi kepentingan orang banyak
Ø
berbakti kepada
kedua orang tua
Ø
ikhlas
berkorban
Ø
tidak kenal
menyerah
Ø
dapat
dipercaya/amanat
Ø
rajin
Ø
sungguh-sungguh
dalam setiap hal
Ø
rendah hati
Ø
adil dan lain sebagainya.
Masalah kebenaran ini di mana saja, kapan saja dilakukan
sangat bermafaat.tidak dibatasi oleh waktu dan tempat. Jadi dapat
disimpulkan sementara bahwa setiap yang benar pasti baik tetapi sesuatu yang
baik belum tentu benar. Misalnya contoh kongkrit adalah adu / sabung
ayam adalah baik di daerah Bali ,tetapi dalam pandangan masyarakat Islam
adalah sebagai perbuatam maksiyat yang mendatangkan dosa.
d.
bijaksana , adalah menyampaikan suatu kebenaran
dengan mempertimbangkan waktu dan tempat serta obyek/ sasaran, sehingga bisa
diterima oleh semua fihak. Suatu kebenaran yang disampaikan tanpa memperhatikan
situasi dan kondisi sasaran, akan menimbulkan fitnah. Misalnya menyampaikan
larangan zina di tempat pelacuran/lokalisasi mak akan terjadi keributan ,
akibat lanjut yang menyampaikan akan dikeroyok oleh para preman yang ada di
lokalisasi. Dengan kata lain perbuatan yang dilakukan tadi tidak bijaksana.
Jadi sesuatu dikatakan bijaksana apabila sesuatu tersebut yang disampaikan
adalah suatu kebenaran, dan tidak ada fihak manapun yang teraniaya atau
dirugikan. Kondisi sekarang adalah sebaliknya sesuatu yang menyimpang dari
rel/norma adalah disebut kebijaksanaan. Misalnya seorang yang melanggar hukum
seharusnya diberi sangsi/hukuman tetapi karena masih ada hubungan kekeluargaan
maka diambil kebijaksanaan tidak dihukum hanya ditegor. Hal
semacam ini sebenarnya bukan kebijaksanaan tetapi suatu perekayasaan /
manipulasi. Karena perbuatan tersebut akan menyebabkan banyak orang
teraniaya dan tidak berjalannya sistem hukum.Dalam masalah ini Allah pernah
berfirman yang ditujukan langsung kepada Rosulullah saw., dalam surat Ali
Imron ayat 159 :
فَبِمَا
رَحْمَةٍ مِّنَ اللهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ
لاَنفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ
وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ
فِي اْلأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ
عَلَى
اللهِ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
“
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kambu berlaku lemah lembut terhadap
mereka . Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar , tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu . Karena itu, maafkanlahmereka dalam ,
mohonkan ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.
Apabila kamu telah membulatkan tekad , maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yanb bertawakkal kepada-Nya”.
3.
SEHARUSNYA BAGAIMANA ?
Setelah memahami uraian di atas, tidak berlebihan kiranya
kita mengoreksi diri agar tidak terlalu mengangkat pribadi kita terlalu tinggi
padahal kenyataannya tidak demikian. Karena hal ini akan berakibat menurunkan
amal sholeh kita karena kita merasa baik padahal tidak. untuk itu kita dudukkan
persoalan yang sebenarnya misalnya :
a. Kita mampu
melaksanakan tugas pokok kita di suatu intansi dengan baik sesuai tuntutan
tugas, hal semacam ini tidak bias dikatakan sebagai suatu kebaikkan suatu hal
yang biasa /wajar.kecuali jika kita melakukan suatu pekerjaan yang melebihi tuntutan
tugas , barulah hal ini dikatakan sebagai suatu kebaikkan.
b. Apabila kita
mampu berbuat suatu kebenaran yang dapat diterima oleh semua fihak tanpa
menimbulkan masalah baru. Tidak seorangpun disekitar kita teraniaya oleh
perbuatan kita, bahkan sebaliknya orang disekitar kita merasa mendapatkan rahmat,
perlindungan, pengayoman dan kesejahteraan inilah baru dikatakan sebagai
suatu kebijaksanaan.
c. Jika kita
melakukan suatu perbuatan yang melanggar hukum, menyimpang dari norma hukum
tidak perlu kita mengatakan hal tersebut sebagai suatu kebijaksanaan
tetapi katakanlah hal tersebut sebagai perekayasaan /kejahatan, tidak
perlu malu kita mengakui suatu kekurangan/kelemahan yang terjadi pada diri kita
. Jika kita terlalu lemah dengan diri kita dan tidak berani menghukum diri
sendiri selamanya kita tidak akan bisa menjadi baik .Terlalu menjunjung
harga diri tetapi sangat tega menginjak-injak harga diri orang lain. Janganlah
kita berlaku demikian. Minimalnya kita mampu berlaku adil terhadap diri kita
dan orang lain. Sebagaimana firman Allah :
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ
ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“ sesungguhnya
Allah menyuruhmu berlaku adil dan berbuat kebajikan , memberi kepada kaum
kerabat , dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pengajaran “.
4. PENUTUP
Setelah kita memahami permasalahan di atas, maka kita
dapat mendudukkan permasalahan yang sering terjadi di masyarakat , khususnya
para pemegang kekuasaan /birokrat yang terlalu sering mempergunakan
istilah-istilah yang sebenarnya kasar tetapi untuk menutupi perbuatannya yang
tidak pantas diganti dengan istilah yang halus, agar tidak oleh masyarakat
tidak terlalu disalahkan. Hal semacam ini seakan tidak menimbulkan hal yang
negatif, tetapi selain mengkaburkanmakna yang sesungguhnya juga menjadi
perbuatan yang salah, menjadi samar dan “remang-remang” tidak jelas
halal dan haramnya. Dengan uraian di atas , semoga dapat membuka fikiran kita,
minimal kita telah tahu bahwa khususnya ungkapan
di atas adalah sering kita dapati di masyarakat sebagai
alat untuk mencari pembenaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar