Pandangan yang terlalu simple menganggap bahwa kemerosotan akhlak, moral dan etika peserta didik tersebut disebabkan karena gagalnya pendidikan agama (Islam) di sekolah. Pendidikan agama dituding telah gagal dan mandul membentuk akhlak dan kepribadian siswa.
Harus diakui, dalam batas tertentu, pendidikan agama di sekolah memang memiliki kelemahan-kelemahan, sejak dari jumlah jam pelajaran yang sangat minim, juga materi yang terlalu menekankan pada aspek teoritis dan kognitif semata. Beberapa waktu ke belakang ada wacana untuk menambahkan mata pelajaran pendidikan budi pekerti di sekolah dalam rangka menanggulangi perkembangan negatif anak didik tersebut.
Pendidikan budi pekerti adalah suatu proses pembentukan perilaku atau watak seseorang, sehingga dapat membedakan hal-hal yang baik dan yang buruk dan mampu menerapkannya dalam kehidupan. Pendidikan budi pekerti pada hakikatnya merupakan konsekuensi tanggung jawab seseorang untuk memenuhi suatu kewajiban.
Budi pekerti lahir karena fakta, persepsi atau kepedulian untuk melakukan hubungan sosial secara harmonis melalui perilakunya. Parameter budi pekerti yang luhur adalah kesesuaiannya dengan norma, etika, dan ajaran agama yang dianut suatu masyarakat.
Pelaksanaan pendidikan budi pekerti di sekolah dapat dilakukan melalui dua pendekatan. Pertama, melalui integrasi dengan pelajaran yang memiliki pokok bahasan yang sesuai seperti Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dengan cara menambah materi titipan.
Kedua, melalui pendekatan modeling, imitasi atau keteladanan (uswah) yang dilakukan oleh guru. Jika guru menggunakan cara yang pertama, maka guru berfungsi sebagai pengajar, sedangkan jika cara yang kedua yang digunakan maka guru berfungsi sebagai pendidik (Suwandi, 2000).
Budi pekerti merupakan perilaku (behaviour), bukan pengetahuan sehingga untuk dapat diinternalisasi oleh anak didik, maka harus diteladankan bukan diajarkan. Sehingga pendekatan yang kedua lah yang lebih tepat untuk menjalankan pendidikan budi pekerti ini.
Pendidikan Budi Pekerti dalam PAI
Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan mata pelajaran normatif yang berusaha membentuk manusia yang beriman dan bertakwa dengan cara mengajarkan nilai-nilai agama kepada peserta didik. Cakupan materi dalam PAI di sekolah adalah seluruh unsur ajaran dalam Islam dalam skala yang kecil.
Seluruh materi yang ada dalam PAI sejatinya mengajarkan peserta didik agar memiliki budi pekerti yang luhur, karena memang tujuan PAI adalah sejalan dengan pendidikan budi pekerti yaitu membentuk manusia yang berbudi pekerti luhur dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan.
Pendidikan akhlak merupakan bagian integral dari materi PAI yang memiliki peran sentral dalam rangka pembinaan moral anak didik. Muatan-muatan akhlak dalam PAI jika diterapkan melalui pembelajaran yang tepat, akan dapat menjadi sarana pendidikan budi pekerti. Beberapa materi akhlak dalam PAI adalah tentang akhlak terpuji dan tercela dengan berbagai contoh dan aplikasinya dalam kehidupan.
Etika bermasyarakat, seperti bertetangga, bertamu, berbusana dan bergal dengan juga menjadi materi yang diajarkan dalam PAI. Bahkan akhlak manusia terhadap tumbuhan dan hewan pun menjadi bahasan dalam PAI.
Dalam tataran yang lebih luas, sejatinya semua materi yang ada dalam PAI, mulai dari aqidah, ibadah, muamalah, dan seterusnya dapat diejawantahkan menjadi sarana pendidikan budi pekerti.
Dengan demikian, konsep pendidikan budi pekerti sebenarnya sudah include dalam PAI terutama materi akhlak. Yang harus dilakukan sekarang adalah lebih serius mengelola proses pembelajaran sehingga dengan keterbatasan jumlah jam PAI yang ada dapat memberikan kontribusi maksimal dalam pembentukan budi pekerti anak didik.
Semua pihak sepakat bahwa budi pekerti dan moralitas anak didik sekarang ini akan menentukan nasib bangsa ini di masa yang akan datang, sehingga menjadi sebuah harga mati untuk membentuk budi pekerti yang luhur pada anak-anak kita. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar